Apa sobat Adz Dzikr yang sering merasa terganggu karena bau sampah yang menumpuk di sebelah lapangan SMA N 9? Apalagi kalau ditambah udara yang panas dan angin yang berhembus... wush.. maka terciumlah aroma "terapi dari" dari sampah-sampah itu bikin kita misuh-misuh dalam hati. Hehehe..(maaf pengalaman pribadi...nih!). Banyak alternatif pengolahan sampah yang sudah dipublikasikan. Sayang, masih sedikit dari kita yang mau mengolahnya, padahal selain bisa dibuat kertas atau kerajinan tangan, sampah bisa jadi bahan bangunan lho! Setelah berhasil membuat sebuah airport berkelas internasional di Kobe yang dibuat diatas lapisan sampah, lalu menerapkan pembuatan pupuk dari sampah di berbagai hotel di Jepang. Kini Jepang telah berhasil mengubah sampah menjadi produk semen yang dinamakan ekosemen.
Para peneliti Jepang telah meneliti kemungkinan abu hasil pembakaran sampah, endapan air kotor dijadikan bahan semen. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa abu hasil pembakaran sampah mengandung unsur yang sama dengan bahan dasar semen pada umumnya. Setelah melalui uji kelayakan akhirnya pabrik pertama didunia mengubah sampah menjadi semen didirikan di Chiba. Pabrik tersebut mampu menghasilkan ekosemen 110.000 ton per tahunnya. Sedangkan sampah yand diubah menjadi abu yang kemudian diolah menjadi semen mencapai 62.000 ton per tahun, endapan air kotor dan residu pembakaran yang diolah mencapai 28.000 ton per tahun. Hingga saat ini sudah dua pabrik di Jepang yang memproduksi ekosemen.
Prosesnya adalah abu hasil pembakaran sampah 39%, limestone 52%, endapan air kotor 8% dan bahan lainnya dimasukkan ke dalam rotary klin, dilakukan pada 1400 derajat celcius lebih dimana pada suhu tersebut dioksin terurai secara aman.
Kemudian gas hasil pembakaran pada rotary klin didinginkan secara cepat untuk mencegah proses pembentukan dioksin ulang. Sehingga gas buangan tidaklah berbahaya bagi manusia. Sedangkan pada hasil pembakaran yang masih mengandung senyawa logam dipisahkan, untuk hasil akhir dari proses ini adalah ekosemen.
Berdasarkan hasil pengujian JSA (Japan Standar Association) dinyatakan bahwa ekosemen mempunyai kualitas yang sama baiknya dengan semen biasa. Sehingga, hingga saat ini penggunaan ekosemen sudah digunakan dalam pembangunan jembatan, jalan, rumah, dan bangunan lainnya di Jepang.
Dengan adanya pengubahan sampah menjadi semen, menambah alternatif pengolahan sampah menjadi barang yang bermanfaat bagi manusia yang telah membuangnya. Selain itu dengan adanya alternatif pengolahan sampah menjadi semen, biaya pengolahan sampah di Jepang menjadi lebih murah. Bila sebelumnya 40.000 yen per ton (pengolahan sampah konvensional) menjadi 39.000 yen per ton (pengolahan sampah hingga menjadi semen).
Indonesia belum bisa lepas dari masalah sampah. Mulai dari penolakan warga masyarakat sekitar TPA akibat kepulan asap dan bau yang ditimbulkan pengolahan sampah saat ini hingga kejadian yang tak pernah dilupakan, tragedi Leuwih Gajah yang merenggut 24 nyawa tak bersalah. Sudah banyak upaya yang dilakukan, termasuk dengan mengubahnya menjadi sumber energi (metan) namun akibat kurangnya prospek dari segi ekonomi, akhirnya pengembangannya masih jalan ditempat.
Berhasilnya Jepang, mengolah sampah menjadi semen, tentu menjadi peluang besar untuk dikembangkan di Indonesia. Secara prinsip, pembuatan ekosemen hampir sama dengan pembuatan semen biasa, sehingga jika bisa dilakukan kerja sama dengan pihak industri semen, maka akan jadi kerjasama yang menguntungkan baik pihak pemerintah maupun pihak industri. Dari pihak pemerintah penanganan sampah bisa sedikit teratasi dan dari pihak industri mampu mengurangi penggunaan limestone 26%.
Namun yang terpenting adalah kemauan dan kesungguhan dari pemerintah dan masyarakat (termasuk kita ini...nih!) untuk mengelola sampah dan memulai untuk mencoba memisahkan sampah antara yang organik dan anorganik, botol dan kaleng menjadi kebudayaan bangsa Indonesia secara luas. Sehingga peluang pemanfaatan sampah menjadi semen atau produk yang lain oleh pihak industri bisa lebih ekonomis.
Disadur dari Ekosemen-Dedy Eka Priyanto, Tokyo National College of Technology.
Source : www.ichiharaeco.co.jp
sai adz-dzikr
Prosesnya adalah abu hasil pembakaran sampah 39%, limestone 52%, endapan air kotor 8% dan bahan lainnya dimasukkan ke dalam rotary klin, dilakukan pada 1400 derajat celcius lebih dimana pada suhu tersebut dioksin terurai secara aman.
Kemudian gas hasil pembakaran pada rotary klin didinginkan secara cepat untuk mencegah proses pembentukan dioksin ulang. Sehingga gas buangan tidaklah berbahaya bagi manusia. Sedangkan pada hasil pembakaran yang masih mengandung senyawa logam dipisahkan, untuk hasil akhir dari proses ini adalah ekosemen.
Berdasarkan hasil pengujian JSA (Japan Standar Association) dinyatakan bahwa ekosemen mempunyai kualitas yang sama baiknya dengan semen biasa. Sehingga, hingga saat ini penggunaan ekosemen sudah digunakan dalam pembangunan jembatan, jalan, rumah, dan bangunan lainnya di Jepang.
Dengan adanya pengubahan sampah menjadi semen, menambah alternatif pengolahan sampah menjadi barang yang bermanfaat bagi manusia yang telah membuangnya. Selain itu dengan adanya alternatif pengolahan sampah menjadi semen, biaya pengolahan sampah di Jepang menjadi lebih murah. Bila sebelumnya 40.000 yen per ton (pengolahan sampah konvensional) menjadi 39.000 yen per ton (pengolahan sampah hingga menjadi semen).
Indonesia belum bisa lepas dari masalah sampah. Mulai dari penolakan warga masyarakat sekitar TPA akibat kepulan asap dan bau yang ditimbulkan pengolahan sampah saat ini hingga kejadian yang tak pernah dilupakan, tragedi Leuwih Gajah yang merenggut 24 nyawa tak bersalah. Sudah banyak upaya yang dilakukan, termasuk dengan mengubahnya menjadi sumber energi (metan) namun akibat kurangnya prospek dari segi ekonomi, akhirnya pengembangannya masih jalan ditempat.
Berhasilnya Jepang, mengolah sampah menjadi semen, tentu menjadi peluang besar untuk dikembangkan di Indonesia. Secara prinsip, pembuatan ekosemen hampir sama dengan pembuatan semen biasa, sehingga jika bisa dilakukan kerja sama dengan pihak industri semen, maka akan jadi kerjasama yang menguntungkan baik pihak pemerintah maupun pihak industri. Dari pihak pemerintah penanganan sampah bisa sedikit teratasi dan dari pihak industri mampu mengurangi penggunaan limestone 26%.
Namun yang terpenting adalah kemauan dan kesungguhan dari pemerintah dan masyarakat (termasuk kita ini...nih!) untuk mengelola sampah dan memulai untuk mencoba memisahkan sampah antara yang organik dan anorganik, botol dan kaleng menjadi kebudayaan bangsa Indonesia secara luas. Sehingga peluang pemanfaatan sampah menjadi semen atau produk yang lain oleh pihak industri bisa lebih ekonomis.
Disadur dari Ekosemen-Dedy Eka Priyanto, Tokyo National College of Technology.
Source : www.ichiharaeco.co.jp
sai adz-dzikr
ABOUT THE AUTHOR
Adz-Dzikr (pemberi peringatan) merupakan salah satu dari nama lain Al-Qur'an. Allah menyebut nama Adz Dzikr diantaranya dalam surat Al Hijr (yang artinya): “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (QS.Al-Hijr/15:9). Adz-Dzikr juga merupakan asal-usul kata dzikir yang menurut syariat Islam berarti mengingat Allah SWT.
0 komentar:
Post a Comment