Nasihat Sang Penjaga Perpus

     Tampilannya sederhana, bahkan terlihat ada kekurangan pada fisiknya. Namun pesona itu tak memudar dari dalam dirinya. Pesona kelembutan, keramahan, dan senyuman yang selalu terkembang pada wajahnya. Sejak SMA aku melihatnya, menjadi seorang penjaga perpustakaan di salah satu masjid penuh sejarah di kota jogja.



     Sekian lama tak bersuara, aku pun menyapanya. Tak berharap dia masih mengingatku, namun aku mencoba bertanya “mas, kartu perpus saya hilang, apa saya boleh buat baru lagi?” lalu dia menjawab dengan menyebut namaku dan berkata “ gak usah dik, dulu daftar pas masih SMA kan. Sekarang tinggal memperpanjang aja”. Tak ku duga dia mengingat namaku, juga seragam putih abu yang ku kenakan waktu mendaftar dulu. Subhanallah.



     Diam-diam ku perhatikan ia. Ku lihat ia sedang membimbing seorang gadis kecil, anak sd sebelah perpus, untuk menyampul salah satu buku di perpus itu. dengan sabar ia memberi pengarahan, tanpa kesan menggurui sama sekali, walau anak SD yang dihadapi. Meskipun waktu itu ada kesalahan dalam penyampulan, dia sangat berhati-hati memberi tahu kesalahan itu. “kan, baru belajar..kurang rapi sedikit gpp” begitu katanya. “mas dulu malah pernah nyampul, waktu nggunting plastiknya, kovernya juga ikut ke gunting, hehe” ia menuturkan pengalamannyaitu untuk menjaga semangat sang gadis kecil dalam mempelajari sesuatu.



     Sambil membaca buku, diam-diam aku masih mengamatinya. Lantas ku coba untuk membuka percakapan dengannya. Ku mulai dengan menanyakan bagaimana ia bisa masih mengingatku. Dengan mengaitkan aku dengan seragam putih abu ku katanya. Kemudian aku menanyakan banyak hal tentang dirinya termasuk aktivitas kesehariannya. Dan ternyata selain sebagai penjaga perpus ia juga menjadi mahasiswa S2 di perguruan tinggi ternama di kota jogja, universitas Gadjah Mada. Sambil membenahi sampul-sampul buku yang mulai lusuh, ia bercakap-cakap dengan ku. Sejenak ia menghentikan aktivitasnya untuk menatap lawan bicaranya. Kurasakan kata-katanya dalam dan wawasannya luas.Lalu entah kenapa aku ingin menceritakan masa SMA ku padanya.



     Dia cukup antusias dan tertarik mendengarnya. Sesekali melontarkan tanya.dan di akhir kisahku ia berkata:

itu baru pemuda!... Yang namanya pemuda itu sudah semestinya punya semangat kuat dan mimpi besar. Kalo gak gitu bukan pemuda namanya. Bahkan kadang tampak utopis gak papa. Kelihatannya mustahil terwujud, tapi di tangan pemuda, itu mungkin. Karena pemuda itu manusia masa depan yang ada di masa sekarang, makanya pikirannya melampaui masanya, orientasinya lebih sering pada masa depan. Beda dengan orang tua, mereka orang masa lampau yang ada di masa sekarang, makanya orientasinya sering pada masa lalu dan suka menceritakan kisahnya dulu.



     Tak terasa obrolan panjang itu menyampaikan kami pada adzan ashar. Seketika itu, ia membereskan tilas kerjanya, dan keluar ruangan. Gemericik air wudhu terdengar dari dalam perpustakaan. Melihatnya, aku pun mengemasi barangku dan menyusul menyambut panggilan shalat-Nya.”Hayya ‘alashalaah....”



“ Banyak orang terlihat biasa dalam pandangan manusia. Fisiknya biasa, tak memiliki tahta, apalagi harta yang melimpah ruah. Namun kekayaan hati yang dimilikinya, membuat pesonanya memancar, memberi arti tersendiri di hati yang menjumpai. Bahkan tak jarang menginspirasi.



     Nasihat yang cukup melekat:

Pemuda itu udah semestinya punya mimpi besar. Tampak utopis juga gpp. Hal yang kayaknya mustahil, di tangan pemuda menjadi mungkin.

“mari MENGGAPAI MIMPI MEMBANGUN GENERASI !”

Oleh : NafisMAra

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Adz-Dzikr (pemberi peringatan) merupakan salah satu dari nama lain Al-Qur'an. Allah menyebut nama Adz Dzikr diantaranya dalam surat Al Hijr (yang artinya): “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (QS.Al-Hijr/15:9). Adz-Dzikr juga merupakan asal-usul kata dzikir yang menurut syariat Islam berarti mengingat Allah SWT.

0 komentar:

Post a Comment